Minggu, 18 Juni 2006

Terbaru Refleksi Ultah Ke-79 Persebaya Hari Ini

Pantulan Semangat Multikultural Surabaya
ULANG tahun Persatuan Sepakbola Surabaya ( Persebaya) tahun 2006 ini agak istimewa. Ultah ke-79 ini bertepatan dengan digelarnya putaran akibat Piala Dunia di Jerman. Masih banyak warga Surabaya, khususnya para pendukungnya yang disebut "bonek" (bondo nekat) belum sepenuhnya mengetahui sejarah klub kesayangan ini. Karena itu pada ultah ke 79 ini, ada baiknya kita melihat ke belakang.

Seperti bisa dibaca di Wikipedia, Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya berjulukan Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB).

Dalam perjalanan sejarahnya, klub ini juga pernah menorehkan beberapa prestasi dan langkah penting. SIVB bersama beberapa kalub lain turut membidani kelahiran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Jogjakarta pada tanggal 19 April 1930.


Prestasi dan Kontroversi

Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada masa ini Persibaja diketuai oleh dr Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951, dan 1952.

Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada masa perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988.

Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia semenjak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997 dan 2004.

Selain prestasi, Persebaya juga penuh dengan kontroversi yang dilakukan pengurus, segenap pemain dan para pendukungnya. Saat menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1988, Persebaya pernah memainkan pertandingan yang populer dengan istilah "sepakbola gajah" alasannya menyerah kepada Persipura 0-12, untuk menyingkirkan tentangan mereka PSIS Semarang

Kontroversi yang boleh jadi masih segar di ingatan kita yaitu ketika tahun 2005 Persebaya menggemparkan publik dengan mengundurkan diri pada babak delapan besar sehingga memupuskan cita-cita PSIS dan PSM untuk lolos ke final. Atas bencana tersebut, Surabaya kena hukuman 16 bulan dihentikan mengikuti kompetisi Liga Indonesia


Semangat Multikultural

Lalu yang menarik dari Persebaya yaitu adanya semangat multikultural. Sepakbola memang pengusung jiwa multikultural. Ini bisa dilihat dari beragamanya ras dan etnis pemain di sepanjang sejarah Persebaya. Ketika pada 2004 Persebaya meraih juara Liga, pelatihnya Jacksen F. Tiago berasal dari Brasil. Pada tahun lalu, penjaga gawangnya Zheng Ceng berasal dari Tiongkok. Ceng pernah disambut Pak Dahlan yang pernah memimpin Persebaya selama 2002-2003di Graha Pena. Kehadiran Ceng bisa mengundang minat para penonton yang beretnis Tionghoa.

Sebenarnya berbicara perihal tugas pemain Tionghoa dalam badan Persebaya hal ini juga pernah terjadi pada masa Zaman Jepang dan awal Kemerdekaan. Klub Suryanaga yaitu pemasoknya. Tapi tanpa menonjolkan etnis tertentu, berkat perpaduan berbgai etnis Persebaya menjadi pengusung semangat multikultural yang "vokal".

Bahkan sekarang, meskipun bermain di Divisi Satu, Persebaya tidak kehilangan jiwa multikulturalnya. Dimanajeri Indah Kurnia, klub yang ketika ini memuncaki klasemen ini juga merekrut beberapa pemain asal mancanegara, ibarat Everbarientos, Marcello Braga, dan Nataphong.

Semangat multikultural memang cocok dengan kondisi metropolis sebagai kota yang beragam. Keragaman yaitu kekayaan yang mungkin belum banyak disadari oleh segenap warga metropolis. Penghormatan dan penghargaan kita akan keragaman akan mendorong terciptanya sebuah lingkungan kota yang aman untuk kehidupan (seperti berkerja dan beristirahat).

Bahkan penghormatan akan keragaman itu kini juga diusung ke Piala Dunia 2006 di Jerman. Piala Dunia 2006 kali ini mengambil topik Zu Gas bei Freunden (Saatnya untuk berteman atau bersaudara). Menurut ketua panitia Piala Dunia 2006 sekaligus legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, panitia mendapat inspirasi topik ini dari manifesto kaum humanis di tahun 1933. Semangat gerakan humanisme yaitu "satu dunia" (One World) tempat, "semua insan bersaudara" (Alle Menschen werden BrĂ¼der). Humanisme bertujuan mencapai tatanan masyarakat bebas dan universal, di mana insan berpartisipasi secara cerdas dan sukarela untuk mencapai kebaikan bersama. (Baca goresan pena saya Sepakbola, Agama, dan Ancaman Rasisme, Koran Tempo 14 Juni).

Persebaya memang menjadi semacam perekat yang paling memungkinkan untuk mewujudkan nilai-nilai mulia multikultural di metropolis yang beragam ini. Tapi harus diakui, nilai-nilai mulia ibarat itu juga rentan dibajak oleh semangat yang tidak sportif, ibarat kerusuhan dan fanatisme membabi buta yang ujung-ujungnya yaitu anarkisme. Setiap kali main dengan Persela atau Petrokimia, kita dipenuhi rasa takut jangan-jangan para bonek akan berulah tidak terpuji. Setiap main di Jakarta, warga ibu kota juga dilanda ketakutan akan kehadiran bonek.

Mudah-mudahan di usianya yang ke-79 kali ini, para bonek akan lebih cerdas dalam mengelola emosinya, sehingga semangat multikultural, semangat yang menghargai orang lain sebagai saudara akan tertanam dalam jiwa kita semua pendukung Persebaya. Selamat ultah Persebaya!


(tom_saptaatmaja@yahoo.com)
Tom Saptaatmaja
Kolumnis gibol, dan pembawa program di Café Multi Etnis 104,7 SCFM Trijaya Surbaya.


Sumber: Metropolis Jawapos

Terbaru Refleksi Ultah Ke-79 Persebaya Hari Ini

Pantulan Semangat Multikultural Surabaya
ULANG tahun Persatuan Sepakbola Surabaya ( Persebaya) tahun 2006 ini agak istimewa. Ultah ke-79 ini bertepatan dengan digelarnya putaran akibat Piala Dunia di Jerman. Masih banyak warga Surabaya, khususnya para pendukungnya yang disebut "bonek" (bondo nekat) belum sepenuhnya mengetahui sejarah klub kesayangan ini. Karena itu pada ultah ke 79 ini, ada baiknya kita melihat ke belakang.

Seperti bisa dibaca di Wikipedia, Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya berjulukan Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB).

Dalam perjalanan sejarahnya, klub ini juga pernah menorehkan beberapa prestasi dan langkah penting. SIVB bersama beberapa kalub lain turut membidani kelahiran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Jogjakarta pada tanggal 19 April 1930.


Prestasi dan Kontroversi

Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada masa ini Persibaja diketuai oleh dr Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951, dan 1952.

Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada masa perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988.

Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia semenjak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997 dan 2004.

Selain prestasi, Persebaya juga penuh dengan kontroversi yang dilakukan pengurus, segenap pemain dan para pendukungnya. Saat menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1988, Persebaya pernah memainkan pertandingan yang populer dengan istilah "sepakbola gajah" alasannya menyerah kepada Persipura 0-12, untuk menyingkirkan tentangan mereka PSIS Semarang

Kontroversi yang boleh jadi masih segar di ingatan kita yaitu ketika tahun 2005 Persebaya menggemparkan publik dengan mengundurkan diri pada babak delapan besar sehingga memupuskan cita-cita PSIS dan PSM untuk lolos ke final. Atas bencana tersebut, Surabaya kena hukuman 16 bulan dihentikan mengikuti kompetisi Liga Indonesia


Semangat Multikultural

Lalu yang menarik dari Persebaya yaitu adanya semangat multikultural. Sepakbola memang pengusung jiwa multikultural. Ini bisa dilihat dari beragamanya ras dan etnis pemain di sepanjang sejarah Persebaya. Ketika pada 2004 Persebaya meraih juara Liga, pelatihnya Jacksen F. Tiago berasal dari Brasil. Pada tahun lalu, penjaga gawangnya Zheng Ceng berasal dari Tiongkok. Ceng pernah disambut Pak Dahlan yang pernah memimpin Persebaya selama 2002-2003di Graha Pena. Kehadiran Ceng bisa mengundang minat para penonton yang beretnis Tionghoa.

Sebenarnya berbicara perihal tugas pemain Tionghoa dalam badan Persebaya hal ini juga pernah terjadi pada masa Zaman Jepang dan awal Kemerdekaan. Klub Suryanaga yaitu pemasoknya. Tapi tanpa menonjolkan etnis tertentu, berkat perpaduan berbgai etnis Persebaya menjadi pengusung semangat multikultural yang "vokal".

Bahkan sekarang, meskipun bermain di Divisi Satu, Persebaya tidak kehilangan jiwa multikulturalnya. Dimanajeri Indah Kurnia, klub yang ketika ini memuncaki klasemen ini juga merekrut beberapa pemain asal mancanegara, ibarat Everbarientos, Marcello Braga, dan Nataphong.

Semangat multikultural memang cocok dengan kondisi metropolis sebagai kota yang beragam. Keragaman yaitu kekayaan yang mungkin belum banyak disadari oleh segenap warga metropolis. Penghormatan dan penghargaan kita akan keragaman akan mendorong terciptanya sebuah lingkungan kota yang aman untuk kehidupan (seperti berkerja dan beristirahat).

Bahkan penghormatan akan keragaman itu kini juga diusung ke Piala Dunia 2006 di Jerman. Piala Dunia 2006 kali ini mengambil topik Zu Gas bei Freunden (Saatnya untuk berteman atau bersaudara). Menurut ketua panitia Piala Dunia 2006 sekaligus legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, panitia mendapat inspirasi topik ini dari manifesto kaum humanis di tahun 1933. Semangat gerakan humanisme yaitu "satu dunia" (One World) tempat, "semua insan bersaudara" (Alle Menschen werden BrĂ¼der). Humanisme bertujuan mencapai tatanan masyarakat bebas dan universal, di mana insan berpartisipasi secara cerdas dan sukarela untuk mencapai kebaikan bersama. (Baca goresan pena saya Sepakbola, Agama, dan Ancaman Rasisme, Koran Tempo 14 Juni).

Persebaya memang menjadi semacam perekat yang paling memungkinkan untuk mewujudkan nilai-nilai mulia multikultural di metropolis yang beragam ini. Tapi harus diakui, nilai-nilai mulia ibarat itu juga rentan dibajak oleh semangat yang tidak sportif, ibarat kerusuhan dan fanatisme membabi buta yang ujung-ujungnya yaitu anarkisme. Setiap kali main dengan Persela atau Petrokimia, kita dipenuhi rasa takut jangan-jangan para bonek akan berulah tidak terpuji. Setiap main di Jakarta, warga ibu kota juga dilanda ketakutan akan kehadiran bonek.

Mudah-mudahan di usianya yang ke-79 kali ini, para bonek akan lebih cerdas dalam mengelola emosinya, sehingga semangat multikultural, semangat yang menghargai orang lain sebagai saudara akan tertanam dalam jiwa kita semua pendukung Persebaya. Selamat ultah Persebaya!


(tom_saptaatmaja@yahoo.com)
Tom Saptaatmaja
Kolumnis gibol, dan pembawa program di Café Multi Etnis 104,7 SCFM Trijaya Surbaya.


Sumber: Metropolis Jawapos